Langsung ke konten utama

Kita Masih Muda (Siapa Bilang Kita Telah Tua)




Kawan,  kita masih muda/ lihat diri kita/ kita masih bersemangat/
Berjam-jam di luar rumah/ mengikis tugas/melalap beban/
Kawan, kita memang masih muda/ coba lihat, dijalanan/tengok pula di lapangan/ sebentar muncul di sana/ lalu ada di sini/

Kawan, kita memang muda/ kalender kita hampir tak tersisa/ malam kita tak pernah hampir dingin/ siang kita panjang tak terjeda/ lihat karya kita/ dasyat/ kita memang muda/ tengok tapak kita/ luar biasa/kita jelas masih muda/ cermati pikiran kita/ tak diragukan/ kita memang muda/ memang ada muda disenja kita/
Kawan, kita masih muda/ yang bercerita apa saja/ tak  lelah berharap/ bertemu mimpi/ yang bagi kita bukan lagi mimpi/kawan, kita masih muda/bercanda tanpa jarak/ menyapa tanpa dusta/ akrab menggapai asa/
Tapi mengapa sesekali kita membisu?/ ya karena kita masih muda/ juga mengapa terkadang kita patah?/  ya karena kita masih muda/ lalu mengapa terkadang kita tak lagi sanggup berjalan?/ karena kita masih muda/ juga mengapa kerap ada harga?/untuk sebuah nama yang tak cukup bernilai/ untuk seonggok harta yang tak berharga/ karena kita memang masih muda/   ya karena kita memang masih muda
Kawan, mungkin kita masih muda/ kadang kita asyik mainkan itu/ lalu sekarang mainkan ini/ sambil lupakan itu/ kawan, kita masih muda/ banyak cadangan energi kita miliki/ sebanyak alasan untuk patah arang/ dan futur
Tengok juga ego kita/ kita juga muda/ sahabat, kita memang muda/ periksa daftar belanja kita/beli nama/ dengan harga diri/ kita memang muda/ kawan, kita masih muda/ tak terkecuali untuk harga diri/
Kawan, kita memang muda/ tapi kadang berat kaki kita/sesekali kita berbicara/ dengan bahasa yang sesekali tidak mudah dimengerti/ satu argumen kita gagap/ melayang dan melayang/ kawan, kita memang muda/ada curiga dan seteru/ ada suka dan ada benci/ ada  marah yang berserak ragu/
Kawan, kita memang muda/ biarkan warna pekat eksitensi itu/ tak apa ada sedikit ego/ tapi kawan/ kalau memang muda/ mana kaki kita yang akan menerbangkan kita/ mana tanganyang belum lama terayun itu/ mana hati kita yang belum lagi keras itu/
Kawan, sampai kapan kita muda di magrib hidup ini?/ sampai habis terbeli?/ sampai habis tergadai harga diri kita?/sampai tak ada lagi yang tak merunduk/ atau meminta/ atau sekedar menghormat
Kawan, kalau kita muda/ semoga telaga maaf itu/ tidak mau kering/ juga hutan hati kita/ sejuk/dan tetap dingin/ karena setelah ini merah/ yang hanya untuk yang muda/ selamat jalan kawan/ mari berjalan  teman/
Kita memang masih muda/ bahkan setelah sampai disana/ kita tetap orang muda/ i’dilû!          
(Kutipan Dalam Buku: Sudahkah Anda Tarbiyah? By: Eko Novianto ‘HAL:150-152’)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

soal 2

 

Melasti dan kem (Bali) ke Kuta

Bersama rinduku walau kita jauh, kasih Suatu saat di Kuta Bali (Andre Hehanusa) Penggalan lagu mantan band Katara Singers tersebut sangat memukau. Semukau pesona yang ada di pantai Kutanya. Namun ada sesuatu yang membuat indah Bali selain pantainya, yaitu budaya dan adat istiadatnya. Masyarakat Bali sangat melekatkan budayanya dalam kehidupan sehari-hari.  Sejak turun dari pesawat, nuansa keBalian telah menyambut kita. Para porter bandara menyapa ramah dengan balutan pakaian safari berwarna merah dengan udeng kepalanya. Hal yang paling sakral yang saya dengar juga bahwa di Bali, tinggi gedung tidak boleh melebihi tingginya Pura. Bukan masalah mitos, bahkan jembatan penghubung Jawa-Bali tidak bisa disetujui lantaran karena hal tersebut. Khazanah yang sama, saya temukan di Kuta juga yaitu Melasti. Upacara pensucian diri ini sangat menarik simpati pengunjung termasuk saya. Itulah daya pikat Bali selain gadis-gadisnya yang anggun layaknya gadis solo.  Prose...

soal 1