Langsung ke konten utama

Pulihkan Psikologis dengan Berpuasa: Solusi Spiritual dan Ilmiah

iqra.republika.co.id

Dalam kehidupan modern yang serba cepat dan penuh tekanan, banyak orang mengalami gangguan psikologis seperti stres, kecemasan, dan bahkan depresi. Berbagai metode telah dikembangkan untuk mengatasi masalah ini, mulai dari terapi psikologis hingga konsumsi obat-obatan. Namun, salah satu cara alami yang sering kali terlupakan adalah berpuasa. Selain memiliki dimensi spiritual, puasa juga terbukti secara ilmiah memiliki manfaat besar bagi kesehatan mental, dan kesejahteraan psikologis seseorang.

Puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga melatih kontrol diri, kesabaran, dan ketenangan batin. Saat berpuasa, seseorang lebih cenderung mengendalikan emosinya, menghindari konflik, dan meningkatkan kesabaran. Hal ini sangat bermanfaat bagi kesehatan mental, karena membantu individu mengembangkan pola pikir yang lebih positif dan resilien terhadap stres.

Secara psikologis, ketika seseorang berhasil mengendalikan hawa nafsu dan dorongan impulsif selama berpuasa, mereka mengalami peningkatan kepercayaan diri dan rasa pencapaian, sehingga berdampak langsung pada suasana hati yang lebih stabil dan perasaan lebih tenang dalam menghadapi tantangan hidup.

Dalam https://www.pom.go.id disampaikan bahwa “Sebagian orang berpikir bahwa puasa dapat menyebabkan sulit berkonsentrasi dan menurunkan kemampuan berpikir jernih. Namun, yang terjadi pada tubuh justru sebaliknya. Puasa dapat membuat otak mampu bekerja lebih prima, meningkatkan ketahanan mental, serta mengoptimalkan fungsi kognitif. Sedangkan dari sudut pandang neurosains, puasa memiliki manfaat luar biasa bagi kesehatan saraf otak. Puasa bisa membuat neurotransmiter otak menjadi baik. Ada tiga bentuk utama dari jaringan otak yang memengaruhinya, yaitu neurosinaptik, neurogenesis, dan  neurokompensasi.

Puasa juga memberikan kesempatan bagi seseorang untuk merefleksikan diri, meningkatkan kesadaran, dan mendekatkan diri kepada nilai-nilai spiritual. Dalam banyak tradisi agama, puasa tidak hanya bertujuan menahan lapar, tetapi juga sebagai bentuk perenungan dan penyucian diri. Proses ini dapat membantu seseorang memahami makna hidup yang lebih dalam, mengatasi konflik batin, dan menemukan ketenangan jiwa.

Dalam perspektif psikologi, praktik seperti ini mirip dengan meditasi dan mindfulness yang telah terbukti secara ilmiah mampu menurunkan tingkat stres dan meningkatkan kesejahteraan mental. Dengan memperbanyak doa dan ibadah selama berpuasa, seseorang dapat merasakan kedamaian batin yang lebih kuat dan lebih mampu menghadapi tekanan hidup dengan bijaksana.

Selain manfaat individu, puasa juga memiliki dampak positif dalam memperkuat hubungan sosial. Saat berpuasa, seseorang lebih cenderung berempati terhadap orang lain, meningkatkan sikap kepedulian, dan mempererat hubungan sosial dengan keluarga maupun komunitas. Interaksi yang lebih harmonis ini memberikan dukungan emosional yang sangat penting bagi kesehatan psikologis seseorang. Berbuka puasa bersama keluarga atau teman juga menciptakan rasa kebersamaan dan kebahagiaan yang dapat membantu mengurangi perasaan kesepian dan isolasi. Ini menjadi salah satu faktor penting dalam menjaga keseimbangan mental dan emosional.

Dengan demikian puasa bukan hanya sekadar ibadah, tetapi juga memiliki manfaat luar biasa dalam memulihkan dan menjaga kesehatan psikologis. Dengan melatih kesabaran, meningkatkan produksi hormon kebahagiaan, memperkuat hubungan sosial, dan memberikan ruang untuk refleksi diri, puasa menjadi solusi alami dan efektif dalam mengatasi stres, kecemasan, dan gangguan psikologis lainnya.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

soal 2

 

Melasti dan kem (Bali) ke Kuta

Bersama rinduku walau kita jauh, kasih Suatu saat di Kuta Bali (Andre Hehanusa) Penggalan lagu mantan band Katara Singers tersebut sangat memukau. Semukau pesona yang ada di pantai Kutanya. Namun ada sesuatu yang membuat indah Bali selain pantainya, yaitu budaya dan adat istiadatnya. Masyarakat Bali sangat melekatkan budayanya dalam kehidupan sehari-hari.  Sejak turun dari pesawat, nuansa keBalian telah menyambut kita. Para porter bandara menyapa ramah dengan balutan pakaian safari berwarna merah dengan udeng kepalanya. Hal yang paling sakral yang saya dengar juga bahwa di Bali, tinggi gedung tidak boleh melebihi tingginya Pura. Bukan masalah mitos, bahkan jembatan penghubung Jawa-Bali tidak bisa disetujui lantaran karena hal tersebut. Khazanah yang sama, saya temukan di Kuta juga yaitu Melasti. Upacara pensucian diri ini sangat menarik simpati pengunjung termasuk saya. Itulah daya pikat Bali selain gadis-gadisnya yang anggun layaknya gadis solo.  Prose...

soal 1