sumber: website BDK Ambon |
Otak kanan dikenal sebagai pusat kreativitas, emosi, dan pemikiran
non-linear, sedangkan otak kiri bertanggung jawab atas logika, analisis,
bahasa, dan pemikiran sekuensial. Bagi seseorang dengan dominasi otak kanan,
gagasan dan ide mungkin mengalir bebas, tetapi mengorganisirnya secara
sistematis atau menganalisisnya secara kritis bisa menjadi tantangan. Alasan inilah sehingga menulis jurnal menjadi alat yang sangat efektif. Aktivitas ini secara
inheren memerlukan struktur, pemilihan kata yang tepat, dan penyusunan argumen,
semua fungsi yang sangat terkait dengan otak kiri.
Awal mula perjalanan saya dengan
menulis jurnal bukanlah karena keinginan untuk menyeimbangkan fungsi otak,
melainkan karena ambisi untuk berkompetisi. Saya mulai menulis jurnal untuk
mengikuti berbagai lomba, dan sungguh, ada kalanya upaya itu membuahkan hasil
manis, yaitu kemenangan. Keberhasilan ini bukan hanya membawa kebanggaan, tapi memberikan bukti konkret bahwa saya mampu mengekspresikan pikiran
secara terstruktur, sebuah keterampilan yang sebelumnya mungkin kurang saya
sadari.
Namun, tidak semua upaya berakhir
dengan kemenangan. Ada kalanya jurnal yang saya tulis tidak berhasil meraih
penghargaan. Pengalaman ini, alih-alih membuat saya patah semangat, justru
memperkuat tekad saya. Kegagalan-bukan-kegagalan tersebut mengajarkan saya
bahwa esensi dari menulis jurnal bukan hanya tentang hasil akhir atau
pengakuan, melainkan tentang proses. Proses inilah yang secara perlahan tetapi
pasti membentuk dan mengasah kemampuan otak kiri saya.
Menulis jurnal secara teratur
memaksa saya untuk memikirkan ide-ide secara sistematis. Saya harus merumuskan
argumen, menyusun kalimat dengan logis, dan memastikan setiap paragraf memiliki
koherensi. Proses ini secara langsung melatih kemampuan analitis saya.
Misalnya, ketika saya mencoba menganalisis suatu masalah atau pengalaman, saya
dipaksa untuk mengidentifikasi penyebab, efek, dan solusi potensial, sebuah
latihan yang secara signifikan mengaktifkan area-area logis di otak kiri.
Selain itu, menulis jurnal juga
merupakan latihan konstan dalam pemikiran kritis. Setiap kali saya
menuangkan pikiran ke dalam tulisan, saya ditantang untuk mempertanyakan
asumsi, mengevaluasi bukti, dan membentuk kesimpulan yang beralasan. Pengalaman ini bukan
sekadar mencatat kejadian, namun merenungkan maknanya, sebuah proses yang
esensial untuk mengembangkan kedalaman pemahaman dan perspektif yang lebih
objektif.
Salah satu aspek yang paling menarik
dari menulis jurnal adalah kemampuannya untuk menjembatani jurang antara
pemikiran intuitif otak kanan dan ekspresi logis otak kiri.
Ide-ide kreatif yang mungkin muncul secara acak dari otak kanan dapat
diuraikan, dianalisis, dan disusun menjadi narasi yang koheren melalui proses
penulisan. Hubungan keduanya menciptakan sinergi yang memungkinkan saya tidak hanya
menghasilkan ide, melainkan pula mengkomunikasikannya secara efektif.
Seiring berjalannya waktu, saya
mulai merasakan perubahan yang signifikan. Kemampuan saya untuk mengorganisir
pikiran dalam percakapan sehari-hari, menulis posel yang ringkas dan jelas,
serta merencanakan tugas-tugas kompleks menjadi lebih baik. Hal ini adalah bukti
nyata bahwa latihan otak kiri melalui penulisan jurnal telah memberikan
dampak positif yang meluas ke berbagai aspek kehidupan saya, jauh melampaui
sekadar memenuhi persyaratan lomba.
Praktik ini juga mengajarkan saya
tentang disiplin dan konsistensi. Menulis jurnal bukan selalu
tentang inspirasi yang datang tiba-tiba; sering kali, tetapi tentang
komitmen untuk duduk dan menulis bahkan ketika ide terasa tumpul. Disiplin ini
sendiri merupakan atribut yang sangat terkait dengan fungsi eksekutif otak
kiri, memperkuat kemampuan saya untuk tetap fokus dan mencapai tujuan.
Menulis jurnal telah menjadi pilar penting dalam upaya saya mencapai keseimbangan mental. Tak hanya sekadar kegiatan menulis, melainkan sebuah bentuk pelatihan kognitif yang dinamis. Dengan terus menantang otak kiri saya melalui analisis, logika, dan struktur yang inheren dalam menulis, saya merasa lebih utuh dan seimbang, mampu memanfaatkan kekuatan kreativitas otak kanan sambil mengasah ketajaman analitis otak kiri untuk menjalani hidup yang lebih terorganisir dan penuh pemahaman.
Nah, untuk jurnal saya terbaru bisa dibaca melalui https://12waiheru.kemenag.go.id/index.php/journal/article/view/313. Berikut ringkasan tulisan saya jurnal Balai Diklat Keagamaan Waiheru Ambon ini.
Abstract
Student talent management through the Sanggar
Prestasi concept at MTs Negeri 2 Maluku Tengah is an innovation in managing
student talents and interests in one integrated forum. This study aims to
determine the Sanggar Prestasi management concept in developing student
talents. The approach used is descriptive qualitative through interviews with
the Head of the Islamic schools, Deputy Head of Student Affairs, Sanggar
Prestasi Coordinator, two mentors, two randomly selected students (wheel of
names), and field observations and records. The study results show that since
2021, Sanggar Prestasi has hosted 20 extracurricular activities for 538
students. One teacher coordinates this studio as a planner, assistant, and
reporter to the Head of Islamic schools. This program is fully supported by the
Head of the Islamic schools, the development team, quality mentors, adequate
facilities, and professional partners. Sanggar planning includes four stages:
data collection and classification of activities, determination of coordinator
and mentor decrees, and budget planning from BOS funds. The implementation of
activities begins after effective hours, at 15.00–17.00 WIT, with routine
guidance once a week per activity. The extracurricular schedule is divided into
two groups, A and B. Evaluation is carried out in three models: monthly,
semesterly, and annual year.
Komentar
Posting Komentar