Langsung ke konten utama

Menulis Jurnal Untuk Menyeimbangkan Otak Kiri dan Kanan

sumber: website BDK Ambon
Sebagai individu yang secara alami cenderung menggunakan otak kanan, saya sering kali menemukan diri saya tertarik pada kreativitas, intuisi, dan pemikiran holistik. Analisis diri dengan bantuan temubakat.com menegaskan dominasi ini. Meskipun membawa banyak keuntungan dalam cara saya memandang dunia, namun sekaligus menginspirasi saya untuk mencari keseimbangan. Keseimbangan ini saya temukan melalui praktik sederhana namun mendalam yaitu menulis jurnal. Praktik ini, yang pada awalnya saya tekuni sebagai sarana kompetisi, kini telah menjadi landasan dalam melatih dan memperkuat kemampuan otak kiri saya.

Otak kanan dikenal sebagai pusat kreativitas, emosi, dan pemikiran non-linear, sedangkan otak kiri bertanggung jawab atas logika, analisis, bahasa, dan pemikiran sekuensial. Bagi seseorang dengan dominasi otak kanan, gagasan dan ide mungkin mengalir bebas, tetapi mengorganisirnya secara sistematis atau menganalisisnya secara kritis bisa menjadi tantangan. Alasan inilah sehingga menulis jurnal menjadi alat yang sangat efektif. Aktivitas ini secara inheren memerlukan struktur, pemilihan kata yang tepat, dan penyusunan argumen, semua fungsi yang sangat terkait dengan otak kiri.

Awal mula perjalanan saya dengan menulis jurnal bukanlah karena keinginan untuk menyeimbangkan fungsi otak, melainkan karena ambisi untuk berkompetisi. Saya mulai menulis jurnal untuk mengikuti berbagai lomba, dan sungguh, ada kalanya upaya itu membuahkan hasil manis, yaitu kemenangan. Keberhasilan ini bukan hanya membawa kebanggaan, tapi memberikan bukti konkret bahwa saya mampu mengekspresikan pikiran secara terstruktur, sebuah keterampilan yang sebelumnya mungkin kurang saya sadari.

Namun, tidak semua upaya berakhir dengan kemenangan. Ada kalanya jurnal yang saya tulis tidak berhasil meraih penghargaan. Pengalaman ini, alih-alih membuat saya patah semangat, justru memperkuat tekad saya. Kegagalan-bukan-kegagalan tersebut mengajarkan saya bahwa esensi dari menulis jurnal bukan hanya tentang hasil akhir atau pengakuan, melainkan tentang proses. Proses inilah yang secara perlahan tetapi pasti membentuk dan mengasah kemampuan otak kiri saya.

Menulis jurnal secara teratur memaksa saya untuk memikirkan ide-ide secara sistematis. Saya harus merumuskan argumen, menyusun kalimat dengan logis, dan memastikan setiap paragraf memiliki koherensi. Proses ini secara langsung melatih kemampuan analitis saya. Misalnya, ketika saya mencoba menganalisis suatu masalah atau pengalaman, saya dipaksa untuk mengidentifikasi penyebab, efek, dan solusi potensial, sebuah latihan yang secara signifikan mengaktifkan area-area logis di otak kiri.

Selain itu, menulis jurnal juga merupakan latihan konstan dalam pemikiran kritis. Setiap kali saya menuangkan pikiran ke dalam tulisan, saya ditantang untuk mempertanyakan asumsi, mengevaluasi bukti, dan membentuk kesimpulan yang beralasan. Pengalaman ini bukan sekadar mencatat kejadian, namun merenungkan maknanya, sebuah proses yang esensial untuk mengembangkan kedalaman pemahaman dan perspektif yang lebih objektif.

Salah satu aspek yang paling menarik dari menulis jurnal adalah kemampuannya untuk menjembatani jurang antara pemikiran intuitif otak kanan dan ekspresi logis otak kiri. Ide-ide kreatif yang mungkin muncul secara acak dari otak kanan dapat diuraikan, dianalisis, dan disusun menjadi narasi yang koheren melalui proses penulisan. Hubungan keduanya menciptakan sinergi yang memungkinkan saya tidak hanya menghasilkan ide, melainkan pula mengkomunikasikannya secara efektif.

Seiring berjalannya waktu, saya mulai merasakan perubahan yang signifikan. Kemampuan saya untuk mengorganisir pikiran dalam percakapan sehari-hari, menulis posel yang ringkas dan jelas, serta merencanakan tugas-tugas kompleks menjadi lebih baik. Hal ini adalah bukti nyata bahwa latihan otak kiri melalui penulisan jurnal telah memberikan dampak positif yang meluas ke berbagai aspek kehidupan saya, jauh melampaui sekadar memenuhi persyaratan lomba.

Praktik ini juga mengajarkan saya tentang disiplin dan konsistensi. Menulis jurnal bukan selalu tentang inspirasi yang datang tiba-tiba; sering kali, tetapi tentang komitmen untuk duduk dan menulis bahkan ketika ide terasa tumpul. Disiplin ini sendiri merupakan atribut yang sangat terkait dengan fungsi eksekutif otak kiri, memperkuat kemampuan saya untuk tetap fokus dan mencapai tujuan.

Menulis jurnal telah menjadi pilar penting dalam upaya saya mencapai keseimbangan mental. Tak hanya sekadar kegiatan menulis, melainkan sebuah bentuk pelatihan kognitif yang dinamis. Dengan terus menantang otak kiri saya melalui analisis, logika, dan struktur yang inheren dalam menulis, saya merasa lebih utuh dan seimbang, mampu memanfaatkan kekuatan kreativitas otak kanan sambil mengasah ketajaman analitis otak kiri untuk menjalani hidup yang lebih terorganisir dan penuh pemahaman.

Nah, untuk jurnal saya terbaru bisa dibaca melalui  https://12waiheru.kemenag.go.id/index.php/journal/article/view/313. Berikut ringkasan tulisan saya jurnal Balai Diklat Keagamaan Waiheru Ambon ini.

Abstract

Student talent management through the Sanggar Prestasi concept at MTs Negeri 2 Maluku Tengah is an innovation in managing student talents and interests in one integrated forum. This study aims to determine the Sanggar Prestasi management concept in developing student talents. The approach used is descriptive qualitative through interviews with the Head of the Islamic schools, Deputy Head of Student Affairs, Sanggar Prestasi Coordinator, two mentors, two randomly selected students (wheel of names), and field observations and records. The study results show that since 2021, Sanggar Prestasi has hosted 20 extracurricular activities for 538 students. One teacher coordinates this studio as a planner, assistant, and reporter to the Head of Islamic schools. This program is fully supported by the Head of the Islamic schools, the development team, quality mentors, adequate facilities, and professional partners. Sanggar planning includes four stages: data collection and classification of activities, determination of coordinator and mentor decrees, and budget planning from BOS funds. The implementation of activities begins after effective hours, at 15.00–17.00 WIT, with routine guidance once a week per activity. The extracurricular schedule is divided into two groups, A and B. Evaluation is carried out in three models: monthly, semesterly, and annual year.

 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Melasti dan kem (Bali) ke Kuta

Bersama rinduku walau kita jauh, kasih Suatu saat di Kuta Bali (Andre Hehanusa) Penggalan lagu mantan band Katara Singers tersebut sangat memukau. Semukau pesona yang ada di pantai Kutanya. Namun ada sesuatu yang membuat indah Bali selain pantainya, yaitu budaya dan adat istiadatnya. Masyarakat Bali sangat melekatkan budayanya dalam kehidupan sehari-hari.  Sejak turun dari pesawat, nuansa keBalian telah menyambut kita. Para porter bandara menyapa ramah dengan balutan pakaian safari berwarna merah dengan udeng kepalanya. Hal yang paling sakral yang saya dengar juga bahwa di Bali, tinggi gedung tidak boleh melebihi tingginya Pura. Bukan masalah mitos, bahkan jembatan penghubung Jawa-Bali tidak bisa disetujui lantaran karena hal tersebut. Khazanah yang sama, saya temukan di Kuta juga yaitu Melasti. Upacara pensucian diri ini sangat menarik simpati pengunjung termasuk saya. Itulah daya pikat Bali selain gadis-gadisnya yang anggun layaknya gadis solo.  Prose...

soal 2

 

soal 1