Dari Pintu Kota, Lidah ombak membuat karpet merah ke puncak Murkelle, Walau, nafas teresak-esak, tapi ini perintah hati, kapitan kemanusiaan bergemuruh ke Seram. Tanah Alifuru bernyanyi dengan airmata, Para Rusa sudah pintar mematahkan tombak-tombak bapa, Kasbi, Patatas, Sagu telah berselingkuhan dengan hama. Di kota, benalu-benalu oportunis Duduk sambil menikmati hutan-hutan dikuliti dari layar tipi-tipi, Akrobat mereka, asal lambung kenyang, duit masuk bank. Katanya, negeri ini kaya hayati, Terbahagia walaupun miskin, Pertanyaannya, siapa yang bahagia? Siapa pula yang miskin? Inikah data dari kuburan Binaya? Atau dari liang lahat Lautan Banda? Diam, diam, sekali berdiam, Tragedi nol busung lapar, Jadi tranding topik nusantara, Murkelle dibiarkan mati dengan kutukan kelaparan, masuk akalkah? Lalu, Mause Ane dibiarkan tatusu sendiri, Darah kesendirian terpencar pada batu-batu goa dan tebing-tebing gunung, Atau mau melupakan mereka basah kuyup di bawah pohon Api-api ...